Rabu, 19 Mei 2010

Wisata pendidikan dan buku murah

Pemandanganya seperti kampong kecil yang berada di hutan. Di tumbuhi dengan hijauan bunga dan pohon. Halamannya sengaja dibiarkan terbuka. Kios-kios kecil berjejaran mengelilingi­, atapnya terbuat dari sen, dinding dan pintu kebanyakan masih mengunakan kayu. Terdapat satu pagar pintu masuk, terbuat dari besi. Lokasinya di jl. Semarang no 55. Sangat strategis, diapit Pasar Turi dan Carrefour BG Juncion.


Di dalam, terdapat parkir khusus. Untuk keamaan dijaga oleh seorang satpam tiap harinya. Selain itu, juga disediakan ruang baca terbuka. Jika dilihat dari luar tempat itu semacam gubuk. Atapnya terbuat dari rumbia, ditumbuhi rumput nan hijau menjalar hampir menutupi atap. Dindinya dibuat setengah tembok menggunakan bambu. Tidak jauh dari tempat tersebut ada berbagai pedagan yang menjual makanan dan minuman. Di samping ruang baca terdapat kolam renan berukuran kecil, khusus anak-anak. 


Di antara kios-kios terdapat gedung besar yang berhadapan langsung dengan ruang baca. Gedung baru itu di bangun oleh Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot). Pintu dan jendelanya belum terpasan. Atapnya terbuat dari sen. Rencananya gedung yang menelan dana hampir 2 miliar itu, ruang bawahnya akan digunakan berjualan buku. Sementara ruang atas yang masih terbuka akan dibuat kantor dan perpustakaan khusus kampoeng ilmu.


Kampoeng ilmu terbentuk dari inisiatif para pedagan yang tidak ingin sekedar mendapatkan untung dari hasil penjualan buku tapi ingin memberikan sesuatu yang sifatnya mendidik. Mewujudkan pendidikan, social ,ekonomi dan kebudayaan sebagai sarana membangun masyarakat. Mereka berasal dari pedagang yang awalnya berjualan disekitar jalan Semarang. 


Bersama Pemerintah kota Surabaya, para pedagan bekerja sama membuka program pelayanan pendidikan non formal. Program yang telah berjalan lima bulan itu, lebih memberi peluang kepada anak-anak kurang mampu seperti pengemis, pemulung dan anak jalanan. Menurut Budi Santoso (37), ketua kampoeng ilmu. Organisasi non profit itu semua program pengajaranya diberikan secara gratis.


Kamis, 22 April 2010

Estetika Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria Paska Bom

 Batu bata menempel di tembok disusun telanjang tanpa lapisan semen. Atap-atapnya membentuk kubah disertai pilar-pilar tinggi Jika dilihat dari atas, bangunan tersebut berbentuk salib. Dari luar , wujud bangunan gereja tersebut tampak sangat artistic, gaya gothic yaitu, gaya aritektur Eropa dengan ciri khas ruang berbentuk busur, kolom dan kuda-kudanya menjadi satu. Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria namanya.


Memasuki gedung yang terbuat dari batu bata sebagai komponen strukturnya itu, semua properti yang terbuat dari kayu berasal dari kayu jati. Gedung yang awalnya dibangun oleh dua misionaris dari Belanda, pastor Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding, pada 12 Juli 1810 itu terdapat juga tiga ruangan khusus. satu ruangan buat Imam atau Romo ganti saat perayaan misa, satu lagi buat Misdinar( putra putrid altar yang membantu romo saat perayaan misa), dan yang terakhir ruang pengakuan dosa.


Selain itu bangunan yang beralamat di pojok Jl. Kepanjen tersebut juga terdapat ruangan khusus yang dulunya dipakai koor yang letaknya diatas, untuk menuju keatas ada sebuah tanga yang terbuat dari besi berbentuk lingkaran. Sayan pintu akses masuk area itu mulai rusak.


Di sekeliling bangunan altar beribadah, tampak gambar-gambar khas terukir di sebuah kaca (glass-load) yang mendominasi. Bukan sekedar gambar, tapi gambar-gambar itu berisi cerita. Menurut staf secretariat gereja, Freddy Sidarta, semula ornament kaca itu polos. Pada 1960, Pastor Bastianse mengganti ornament kaca polos dengan yang berukir setelah peristiwa bom yang membuat Keindahan ukiran-ukiran kaca yang pernah menghiasi dinding tidak ada lagi. Pengukir kaca itu adalah Bruder Coenraad, Ir Ang Khoen Ie, dan Muljono Wirjosastro, sedangkan yang mewarnai adalah Ny Dr Kho Hong Germ. Menurut Freddy, ukira di kaca itu memang ciri yang membedakan dari bangunan gereja lain di Surabaya.


Di depan pintu utama, persisnya di sebuah taman, dipasang spanduk yang menceritakan sejarah singkat gereja, di antaranya disebutkan bahwa pembangunan dilakukan pada 4 April 1899. Arsiteknya adalah W. Westmaas. Di spanduk besar itu juga ditampilkan beberapa foto gereja pada masa lalu. Di sebelah Gereja itu dilengkapi dengan museum mini. Letaknya di gedung secretariat. Di sebut mini karena luansya tidak lebih dari 2 x 2 meter. Meski demikian, berbagai barang kuno yang dulu menjadi properti gereja banyak disimpan di meseum kaca berbentuk setengah lingkaran. Jumlahnya mencapai puluhan. Di antara sejumlah benda koleksi, ada tiga benda yang tergolong sangat tua. Yang kini sisa batu bata pendirian gereja pada 1899 yang diekspor langsung dari Eropa dengan kapal, kitab suci berbahasa Latin keluaran 1929, serta protolan bangku jemaat sebelum perang kemerdekaan. Beberapa barang yang tersisa saat gereja terbakar pada November 1945 juga ada.


Dalam salah satu foto dokumentasi yang terpapar di salah satu ruas museum terlihat jelas bahwa, bom yang menghantam gereja pada tahun 1945 membuat tempat beribadah tersebut kehilangan atap, kemegahan gereja yang dulu bernama Onze Lieve Vrouw Geboorte Kerk dan akhirnya berubah nama menjadi gereja Kelahiran Santa Perawan Maria itu hancur. Sapuan si jago merah juga menghanguskan beberapa peralatan serta perlengkapan gereja. Foto-foto lama tersebut juga bisa dinikmati di museum. Selain museum dibagian belakan gereja dilengkapi dengan Gua Maria tempat umat mengadakan novena. Kemegahan dan keaslihan gedung tetap terjaga walaupun sudah dua kali direnovasi pasca bom dan kerusakan karena termakan usia.


Kini, bangunan itu sudah berusia 110 tahun dan belum lama ini dinobatkan menjadi cagar budaya karena masuk dalam ketentuan ONESCO. Ketentuanya yaitu bangunannya sudah berdiri 50 tahun, merupakan Urban living yaitu bangunan lama yang masih digunakan untuk aktivitas masa kini dan menyimpan nilai sejarah kuat serta dilengkapi dokumen kepemilikan. Rroses seleksinya berdasarkan ketentuan UNESCO Asia-Pasific Heritage Awards for Culture Heritage Conservation 2010 di Bangkok.