Selasa, 22 Desember 2009

Pelanggan Setia Menopang Eksistensi Pejebar Semangat


Untunglah masih ada pelanggan setia yang menopang keberlangsungan hidup Panjebar Semangat. Demikian diungkapkan Moechtar (81) pimpinan redaksi Panjebar Semangat, Kamis (3/12).


Hampir semua media cetak di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pemberitaan. Tetapi tidak demikian dengan majalah mingguan Penjebar Semangat. Majalah yang diprakarsai oleh salah satu tokoh gerakan Sumpah Pemuda, Dr. Soetomo, pada tahun 1930 itu adalah salah satu media, selain majalah Joyoboyo, yang sampai kini berani menggunakan bahasa Jawa. Ia tidak takut gulung tikar karena sudah memiliki pelanggan setia. Pelanggan-pelanggannya tidak hanya tersebar di Indonesia, tetapi juga di mancanegara antara lain di Suriname, Bangkok, Birma dan Vietnam.


Saat ini pelanggannya sudah tercatat sekitar 25 ribu orang. Pelanggan di luar negeri adalah para penduduk asli Jawa yang pada masa penjajahan dulu dibawa oleh Belanda untuk dipekerjakan secara paksa di berbagai daerah koloninya. Selain itu, pelanggan lainnya berasal dari Universitas-universitas di luar negeri yang mempelajari bahasa Jawa sebagai salah satu mata kuliah pilihan.


“Waktu Penyebar Semangat vakum selama beberapa tahun karena ditutup paksa oleh pemerintah Jepang, karena dianggap media yang sangat berpengaruh saat itu dalam menentang penjajahan -waktu itu majalah ini diberi nama SOEARA OEMOEM dengan format koran, sempat terpikir pelanggan akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Namun ketika terbit kembali, ternyata masih banyak peminat dan bahkan sampai sekarang menjadi pelanggan setia,” kata pekerja bagian Tata Usaha Penjebar Semangat, Effendi (83), yang hingga saat ini masih bekerja pada majalah tersebut.


Jumat, 11 Desember 2009

Penari Prancis Tampil Di CCCL



Tepat pukul 19.00 ratusan penonton dan tamu undangan dari berbagai kalangan sudah memadati halaman terbuka gedung Center Culture et de Cooperation (CCCL). Semua mata tertuju pada panggung di hadapan mereka sembari berharap acara segera dimulai. Tiba-tiba lampu dipadamkan. Gelap. Penonton terdiam, hening.


Samar-samar terlihat dua sosok penari muncul di atas panggung di bawah sinaran lampu sorot. Rupanya, mereka adalah pasangan penari kontemporer asal Prancis yang mementaskan tarian DEUX, Jumat (16/10).

Kombinasi irama musik Gamelan dan musik Prancis mengiringi gerak kedua penari tersebut, Veronique Larache (46) dan Thierry Glannarelli (47). Di penghujung gerak tari yang eksotis itu, kedua penari mondar-mandir seperti orang kebingungan dengan beragam ekspresi. Penonton dibuat bertanya-tanya apa gerangan? Ternyata mereka tersesat di suatu tempat dan tidak tahu jalan keluarnya. Itulah yang menjadi inti cerita tari Deux yang berdurasi 1 jam tersebut.

Deux berasal dari bahasa Prancis yang berarti “dua”. “Berawal dari angka dua dimulailah suatu kehidupan”, itulah filosofi tari ini ujar Veronique. Dan Lebih dari itu, "tari ini bercerita tentang dua pasangan yang pergi ke suatu tempat yang pada akhirnya tersesat", tambahnya.